Perjalanan Brand Evil, LBB & Dominate Menembus Pasar Global
"Memang gampang membuat sebuah brand, yang susah adalah mempertahankannya," Ipam yang merupakan founder Evil ini mengemukakan pendapatnya di sesi 2 Instaclass Branding 101 di Bandung, kemarin. Yap, setelah Hadi Ismanto menjelaskan tentang brand maping, setelah makan siang giliran para entrepreneur muda Indonesia yang take over MLDSPOT Instaclass Branding 101 ini. Bersama speaker lain yakni Ipam dari Evil Ardila Ramadhan dari Dominate, Aldeo Plato dari Life Behind Bars (LBB) dan dipandu oleh Gregorius Andre dari Neighborlist, mereka bercerita tentang perjalannya membuat brand masing-masing. Meskipun para speaker mempunyai jalan dan cara yang berbeda-beda, tetapi mereka memiliki ujung yang sama yakni tembus ke pasar global. Seperti apa sih keseruan sesi 2 ini?
Awal mula memulai suatu brand
Evil, Dominate, LBB mencapi titik sekarang bukan tanpa perjuangan, Urbaners. Seperti Evil, yang memulai usahanya dari tahun 2003, meskipun orang tuanya sukses dibidang konveksi, dan berhasil membangun brand bernama C59 yang berjaya pada masanya, tetapi Ipam memilih menjauhi bayang-bayang orang tuanya. Memutuskan untuk tidak meneruskan apa yang telah ada, Ipam lebih memilih membangun brand-nya sendiri dari nol. Tanpa modal sedikitpun dari orang tua, Ipam memulai modal Evil dengan meminjam dana dari orang ke-3, cara menjual produknya juga masih serabutan nitip sana-sini. Ipam pun mencari celah bagaimana ia masuk ke dunia entertain yakni televisi. Karena pada saat itu belum ada yang namanya media sosial ataupun influencer. Satu-satunya cara hanya dari televisi. Dari situlah ia mulai endorse program tv seperti Extravaganza, Inbox dan masih banyak lainnya. Sampai sekarang Evil memang tidak seperti kebanyakan brand sekarang, ia lebih bermain di wholesale 80% dan sisanya 20% online. Artikel yang terbit tiap bulannya aja banyak banget, Urbaners yakni 130 - 150 artikel, dan kalau masa lebaran ia bisa menerbitkan 600 artikel.
Berbeda dengan Aldeo Plato yang memulai Life Behind Bars (LBB) dari media sosial terlebih dahulu, bahkan saat ia belum memiliki produk. Aldeo Plato dan partnernya yang memang sangat kental dengan culture cycling sejak tahun 2010 sudah memiliki nama, logo dan blog tanpa produk. Baru di 2013 lah ia memulai membuat produk pertamanya. Aldeo menjuluki dirinya sebagai "Accidental Entrepreneur". Berawal dari personal needs, yakni tas untuk bersepeda, tetapi untuk mendapatkan tas dengan spesifikasi yang ia mau, harganya sangat mahal. Akhirnya ia memutuskan untuk membuatnya sendiri dengan spesifikasi at least mendekati. Passion akan dunia sepeda sepertinya universe juga mendukung LBB saat itu. Namanya mulai dikenal saat mengikuti acara fixie tahun 2013, saat itu ia dan partnernya menggunakan jersey bikinan sendiri, dan memberikannya pada cyclist asal US yang cukup terkenal di dunia tersebut. Mulai dari situlah demand berdatangan dari banyak negara. Nah, pada 2017 kemarin, saat mereka kolaborasi dengan brand motor Thrive, nama LBB berhasil masuk Hypebeast, yang membuat produk mereka tidak hanya diincar para cyclist, tetapi juga anak-anak muda Indonesia.
Giliran Ardila Ramadhan yang share tentang awal mula Dominate. Awal mula memulai brand ini, Ardila mengaku mendapatkan partner yang kurang cocok sehingga mengalami kegagalan, sampai akhirnya ia bertemu partnernya sekarang yakni Kesong dan Naya. Saat pertama kali mereka bertemu masing-masing sedang develop brand mereka. Tetapi seiring berjalannya waktu ketertarikan mereka berubah, sampai akhirnya jadilah brand Dominate dengan ciri khas army-looknya. Mencapai pasar global pun tidak mudah bagi Dominate, Ardila sering kali mengirim proposal ke media-media fashion internasional seperti Hypebeast. Sekali atau dua kali ditolak tidak mematahkan semangatnya, baiknya, media setaraf Hypebeast tidak hanya menolak proposal yang diberikan, tetapi juga memberikan masukan pada Dominate pada saat itu. Hal tersebut yang menjadi salah satu acuan improvement Dominate. Kegigihan Ardila dan kawan-kawan pun membuahkan hasil, tahun 2016, Dominate berhasil masuk ke media Hypebeast, Highsnobiety dan bahkan produknya rilis di iSetan Kuala Lumpur.
Ada hal lucu yang Dominate alami, selama brand ini berjalan, Dominate sering share foto atau video mood di media sosialnya. Nah, pada tahun 2013, ia share foto brand Zippo sebagai mood-nya. Dan sekarang, Dominate sedang mempersiapkan kolaborasinya bersama Zippo! Keren banget ya, Urbaners?
Produksi atau marketing?
Di sela-sela para nara sumber sharing tentang perjuangannya membangun brand masing-masing. Salah satu peserta MLDSPOT Instaclass Branding 101 bertanya, "Jika memiliki modal terbatas, apa yang harus didahulukan terlebih dahulu? Produksi atau Marketing? Karena kedua hal ini sama-sama penting bagi sebuah brand.
Ipam, Aldeo dan Ardila pun melontarkan jawaban yang sama, yakni produksi. Memang kedua hal ini harus berjalan beriringan, namun porsinya tidak boleh sejajar. Ipam memberikan alasan yang masuk akal, yakni jika marketing sudah berhasil dan demand terlampau banyak, akan sama aja, nantinya lo nggak bisa mengabulkan permintaan customer. Lain hal alasan dari Aldeo dari LBB. Menurutnya setiap produk yang di develop harus ada value-nya. Produk yang berkualitas akan menimbulkan repeat-order. Dan word of mouth adalah langkah marketing yang sangat efisien sampai sekarang. Jika customer puas dengan apa produk tersebut, mereka akan dengan senang hati merekomendasikan ke orang lain.
Brand: anak sendiri
Ada yang bertanya tentang kejenuhan membuat sebuah brand. Bagi Ipam, Aldeo dan Ardila tidak ada kata jenuh dalam memperjuangkan brand lo meskipun bertahun-tahun lamanya. Karena sejalannya waktu akan ada teka-teki baru yang harus lo pecahkan dan tidak akan pernah selesai. Ardila juga mengibaratkan brand seperti anak sendiri. Apa yang lo tuai, akan berbalik buat lo.
Cara para nara sumber menembus pasar global
Meskipun Evil, Dominate dan LBB mengaku bahwa pasar mereka adalah Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk go-internasional. Dan hal ini sudah dibuktikan oleh mereka dengan brand-nya masing-masing. Evil yang kerap kali kolaborasi dengan brand luar seperti brand Singapore bersama Sabotage, mengaku bahwa pondasi dasar untuk memasuki pasar global adalah mental yang kuat. Karena ketika ingin masuk ke pasar internasional, spesifikasi yang diharapkan adalah berbeda, regulasi yang ribet, tes kualitas sana-sini, belum lagi ketentuan shipping yang berbeda di setiap negara termasuk Indonesia. Mental harus dipersiapkan agar tidak menyerah ditengah jalan. Ardila juga menambahkan bahwa jika mau sukses di pasar internasional, lo harus menemukan DNA dari brand lo itu sendiri sebagai identitas yang selalu lekat sampai kapanpun.