EcoBali Recycling, Pencetus Pengelolaan Limbah yang Bertanggung Jawab
Geliat memerangi penggunaan plastik secara serentak dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia. Sejak larangan pemberian kantung plastik kresek diumumkan, beberapa badan usaha mulai menggunakan kantung pengganti yang lebih ramah lingkungan. Tapi, apakah itu cukup, Urbaners? Pasalnya, secara statistik, tercatat sebanyak 141 juta plastik diproduksi pada tahun 2015 dan sekitar 86% menjadi limbah yang nggak bisa terurai.
Melihat kondisi genting tersebut, EcoBali berusaha mengambil tindakan nyata. Berdiri sejak tahun 2006, perusahaan swasta ini fokus bergerak di bidang pengelolaan sampah secara sustainable. Didirikan oleh Ketut Mertaadi (Direktur) dan Paola Cannucciari (Program Manager), EcoBali lahir dari kekhawatiran mereka melihat cara penanganan sampah plastik yang sangat jauh dari ideal. Biasanya, limbah plastik ditimbun di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) atau dibakar, sehingga menimbulkan masalah lain, yaitu polusi udara yang mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia. Selain itu, di daerah-daerah lain, seringkali warga membuang sampah ke sembarang tempat, karena nggak ada sistem pengangkutan sampah di sekitarnya.
“Kami percaya bahwa persoalan sampah harus dimulai dari pemilahan sampah yang lebih teliti. Caranya cukup sederhana, yaitu memilah sampah organik dan non-organik. Pelanggan EcoBali bisa dengan gampang memilah sampah di rumah maupun tempat usaha berdasarkan dua jenis bin berbasis warna. Kantung berwarna hijau untuk sampah kertas, warna merah untuk sampah plastik, gelas, dan metal. Sementara untuk sampah organik, kami mendorong orang-orang untuk mengelolanya menjadi kompos di rumah dengan compost bin yang kami jual,” tutur Ketut Mertaadi, Direktur EcoBali.
Berhasil Kelola Ribuan Ton Sampah
Sejak berdiri, EcoBali telah mengelola lebih dari 5000 ton sampah. Tiap bulan, mereka menerima dan mengelola 1500 m3 sampah, dan lebih dari 50 ton sampah didaur ulang. Total, ada 35 orang yang bekerja di EcoBali, Urbaners! Pembagian posisi dan tugas mereka mulai dari dari staf edukasi, staf bank sampah, staf eco-produk, hingga staf penyortir yang bertugas di Material Recovery Facility (MRF).
EcoBali nggak hanya menyediakan jasa pengambilan sampah non-organik, melainkan juga jasa lainnya seperti sistem composting yang terbuat dari daur ulang kemasan karton Tetra Pak. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat bisa mengelola sampah dapur mereka sendiri dan mengubahnya menjadi kompos. Ada juga program konsultasi, pelatihan, dan pelatihan terkait pengelolaan sampah in-house di tempat usaha dan hotel, bank sampah di desa-desa, hingga jasa pengangkutan sampah untuk event dan beach clean-up.
Setelah sampah non-organik dikumpulkan, lalu apa yang dilakukan oleh tim EcoBali? “Kami akan membawa sampah tersebut ke MRF untuk disortir kembali agar terjamin bahwa semua materi dapat didaur ulang. Kemudian, kami kirimkan ke pabrik daur ulang di Jawa Timur, sementara untuk residu atau sampah yang belum bisa didaur ulang seperti kemasan metallizing, tisu kotor, dan popok, kami kirim ke TPA legal,” jelas Ketut mengenai prosesnya.
Beberapa material daur ulang, misalnya botol PET bening dan warna, gelas plastik, botol deterjen, kantong plastik bening dan warna, kertas, dupleks, kemasan minum Tetra Pak, kaleng, hingga besi, didaur kembali menjadi rangkaian eco-product seperti tas belanja 4-in-1 Net Bag Set, Upcycle Glass, serta atap dan tatakan gelas yang materinya terbuat dari daur ulang lapisan plastik dan aluminum foil kemasan karton Tetra Pak.
“Kami memang bermitra dengan Tetra Pak Indonesia sejak 2007 (sebagai bagian dari Extended Producer Responsibility Tetra Pak Indonesia) dan kami bertanggung jawab atas pengumpulan sampah kemasan karton Tetra Pak di Bali. Kami juga berkolaborasi dengan brand-brand lain dan PRAISE (Packaging and Recycling Alliance for Indonesia). Tentunya kami selalu untuk terbuka berkolaborasi dengan brand yang mau menyediakan solusi akan kemasan yang mereka produksi,” tambah Ketut.
Optimis Mencapai Gaya Hidup Zero Waste
Sejauh ini, EcoBali telah banyak bekerja sama dengan beragam komunitas, NGO, instansi swasta, maupun lembaga pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan. Terkait bank sampah, sejak awal tahun ini, EcoBali telah menjalin kerja sama dengan Departemen Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) daerah Badung untuk mendirikan bank sampah di tiap banjar (total 33 banjar) yang berada di tiga desa: Tibubeneng, Munggu, dan Canggu. Ke depannya, akan ditambah dua desa lagi di Kecamatan Mengwi.
Setelah berkarya di bidang pengelolaan sampah selama bertahun-tahun, seberapa optimis EcoBali dengan animo masyarakat Bali untuk menuju lingkungan yang zero-waste? “Kami sangat optimis, apalagi kini larangan plastik sekali pakai seperti kantong plastik, sedotan plastik, dan styrofoam sudah efektif diimplementasikan di supermarket. Kita menyaksikan sendiri kini sudah banyak orang belanja menggunakan kantong belanja sendiri. Di beberapa kawasan seperti Badung, sejalan dengan Peraturan Bupati, sudah banyak berdiri bank sampah di mana warga dapat menjual limbah yang dapat didaur ulang,” jawab Ketut.
Penanganan Limbah Non-plastik
Selain limbah plastik, problematika lain yang nggak kalah penting adalah sampah dapur bekas memasak atau makanan. EcoBali juga menganjurkan untuk mengompos sendiri sampah di rumah dengan cara yang mudah, karena lebih dari 60% sampah yang dihasilkan manusia adalah organik. Mereka menawarkan Home Composting System dalam bentuk compost bin yang terbuat dari daur ulang kemasan karton Tetra Pak.
Cara menggunakannya mudah: lo hanya perlu memasukkan sampah dapur, lalu lapisi dengan tanah untuk menutup bau dan jerami untuk sirkulasi udara. Setelahnya, ulang saja proses tersebut sampai bin penuh dan dalam waktu satu hingga dua bulan. Hasilnya, akan terbentuk pupuk kompos yang berguna untuk menyuburkan perkebunan.
Dari sekian banyak jenis limbah, menurut EcoBali, limbah paling berbahaya adalah yang nggak dikelola dengan baik dan berujung ke habitat alam atau laut. Dalam beberapa tahun terakhir, udah banyak banget contoh sampah plastik yang mencederai atau membunuh hewan laut yang mengkonsumsinya. Prihatin banget, Urbaners!
Limbah lain yang penting untuk dikelola adalah sampah B3 dan sampah medis. Oleh karena itu, EcoBali menekankan pentingnya infrastruktur dan fasilitas untuk mengelola sampah dengan cara bertanggung jawab.
Selaku direktur dari EcoBali, Ketut menutup sesi obrolan ini dengan menceritakan rencana EcoBali di tahun 2020. “Yang pasti kita akan terus berupaya berinovasi dan berkembang, serta menjalin kerja sama dengan lebih banyak komunitas. Kami akan selalu update via media sosial,” ungkapnya. Nah Urbaners, lo yang terinspirasi dengan cerita ini bisa mengikuti perjalanan EcoBali di Instagram mereka: @ecobalirecycle!