Cravar: Leather Goods Hasil Kolaborasi dengan Customer
'If you can't stop thinking about it, don't stop working on it!' Inilah kalimat yang tepat untuk Cravar, salah satu produk lokal kebanggaan Indonesia yang namanya sudah terdengar hingga mancanegara dan dirintis dari tahun 2013. Bermula dari sang owner, Yoki Panji Baskara, yang terinspirasi saat melihat tas kulit yang bagus namun dengan harga yang tidak ramah kantong saat masih duduk di bangku kuliah. Beberapa tahun setelahnya, ia sempat traveling ke Florence, Italia, yang merupakan pusatnya industri kulit. Di sana banyak toko kulit yang sudah berjalan beberapa generasi. Di benaknya terlintas "Gue harus bisa bikin produk seperti ini". Dan ucapan tersebut kini terbukti. Produk Cravar diekspor ke luar negeri mulai dari Singapura, Jepang hingga Amerika.
Beralih dari fotografi fokus ke leather goods
Setelah menyelesaikan studi-nya di Belanda, Yoki yang masih buta akan leather goods malah membuka usaha fotografi. Tetapi karena obsesinya akan leather goods belum tersalurkan, ia iseng membuat photo album dari kulit untuk salah satu client. Tidak hanya produksi pertama, album foto ini juga membawanya pada partner yang sekarang. Dengan banyak pertimbangan, bersama Rama Luhur, ia mulai fokus mendirikan brand-nya. Ia pun menjual studio foto beserta alat-alatnya demi modal produksi pada saat itu.
Sekitar tahun 2013, mereka pun membuat brand dengan nama Bronn. Namun saat itu tv series Game Of Thrones keluar dan terdapat karakter dengan nama yang sama, alhasil Yoki dan Rama mengganti dari Bronn menjadi Cravar. Tidak ada alasan spesifik atau makna yang dalam pada nama tersebut, hanya penyebutan dan visual hurufnya yang nyaman dilihat dan dibaca yang menjadi pertimbangan.
Pada tahun yang sama, Cravar merilis produknya di Kick Starter, ini semata-mata untuk proving ground, apakah produk tersebut layak dan diterima oleh pasar dunia dari segi kualitas. Hasilnya sangat memuaskan, dari 200 tas, 50% berhasil dikirim ke US, sisanya dikirim ke Kanada dan Singapura. FYI, negara-negara tersebut termasuk peringkat atas di Kick Starter. Langsung lanjut project kedua masih bersama Kick Starter, Cravar menambahkan jumlah produknya sebanyak 300 pieces dan responnya kian positif. Yoki mengakui bahwa Kick Starter mengajarkannya banyak hal dalam berbisnis. Karena semua segi harus dikuasai dari mulai produksi sampai ekspedisi. Tekanan yang gila-gilaan juga sempat dirasakan oleh Yoki dan Rama. Bahkan seringkali jam tidur terbalik, karena menjawab pertanyaan-pertanyaan customer yang timezone-nya berbanding terbalik dengan Indonesia.
Semua elemen harus fungsional
Sampai sekarang, Cravar memiliki berbagai seri, mulai dari Alpha yakni tas jenis briefcase. Style klasik yang simple ini merupakan signature model dari Cravar dan masih menjadi best seller hingga saat ini. Lalu ada Seri FC yakni messenger bag dengan kapasitas yang paling besar (jika dibandingkan dengan produk Cravar lainnya). Nah, kalau tas ini best seller spesifik di Indonesia. Lalu Seri Rana yakni tas kamera, yang terinspirasi dari sisa spirit fotografinya. Tidak sembarangan membuat, ia juga meminta masukan teman-teman fotografernya tentang apa yang mereka butuhkan dalam sebuah tas kamera.
Konsep yang diusung Cravar adalah produk yang make sense. Dalam arti kata, semua elemen yang ada pada tas tersebut memiliki fungsi, tidak hanya estetika semata. Cravar juga tidak pernah main-main dengan kualitas, mulai dari pemilihan bahan, benang sampai SDM yang mengerjakan produk tersebut. Cravar juga memiliki ciri khas produknya yaitu tali body yang berputar melingkari produk tasnya. Tidak hanya membuat tampilan lebih menarik, tetapi tali body ini juga menahan beban pada bagian bawah, sehingga tas lebih tahan lama.
Kolaborasi antara brand & market
Kalau berbicara tentang pandangannya terhadap produk lokal, menurut Yoki, apresiasi yang didapatkan semakin tinggi dan produk lokal mulai menjadi salah satu pilihan anak muda untuk memenuhi kebutuhannya. Pada tahun 2013-2017 pasar Cravar di Indonesia tidak sampai 10%, lalu pada tahun 2017 meningkat hingga 40%. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat dan minat membeli produk lokal semakin tinggi. Tetapi ini juga merupakan PR bagi setiap brand lokal, jika ingin mempertahankan dukungan seperti sekarang, brand juga harus meningkatkan kualitas. Harus ada kolaborasi antara pasar dan brand itu sendiri.