Ardhito Pramono Merangkul Musik Jazz Lewat "A Letter to My 17 Year Old"
Buat para pencinta musik Jazz tanah air, nama Ardhito Pramono mungkin sudah nggak asing lagi di telinga. Musisi kelahiran 1995 ini memang sedang ramai muncul di media sosial saat ini. Terutama sejak kemunculan album terbarunya bertajuk “A Letter to My 17 Year Old” yang menjadi gebrakan baru, setelah sukses dengan single pertamanya bersama label Sony Music Entertainment berjudul “Bila” – salah satu soundtrack dari film Ernest Prakasa “Susah Sinyal” di tahun 2016.
Cerita di Balik Album “A Letter to My 17 Year Old”
Jika lo salah satu pencinta lagu-lagu karya Ardhito yang romantis dan easy-listening, mungkin lo akan kaget kalau ternyata musisi muda ini nggak membuat alur cerita ketika menulis album “A Letter to My 17 Year Old”.
Meski karya musiknya memiliki lirik yang cukup powerful, ternyata Ardhito lebih nyaman untuk menulis bebas dan menuangkan apa saja yang ada dipikirannya, tanpa membuat alur cerita khusus. Hingga akhirnya jadilah mini album ini yang setelah didengar ternyata terasa seperti pesan untuk dirinya sendiri ketika berumur 17 tahun, agar lebih siap dengan hal-hal yang akan dialami di masa sekarang. Karena hal itulah, nggak heran jika “A Letter to My 17 Year Old” cukup personal buat seorang Ardhito.
Idealisme dalam Bermusik Menurut Ardhito
Jika berbicara soal idealisme, tentu ini menjadi perbincangan menarik bagi kebanyakan pria. Tak terkecuali, Ardhito Pramono ketika ditanya soal hal ini. Menurutnya idealisme dalam bermusik sangatlah penting. Itu sebabnya, musik khas Ardhito masih terasa cukup kental dalam album “A Letter to My 17 Year Old” ini.
Menurut Ardhito, seorang musisi tetap harus bisa menyesuaikan idealisme dengan keadaan. Misalnya, untuk seorang musisi independent yang ingin menciptakan wave bermusik baru, idealisme itu sangat penting. Tapi beda untuk musisi yang ingin tembus dalam industri musik Indonesia, idealisme tersebut harus terbagi dengan mengikuti kemauan pasar.
Hal inilah yang Ardhito lakukan dalam mini album terbarunya. Ia tidak ingin mengesampingkan idealismenya, tapi juga ingin musiknya masih bisa diterima masyarakat. Solusinya adalah dengan mencari jalan tengah, di mana idealisme seorang Ardhito bisa diterima, tanpa harus masuk dalam genre pop yang menjadi aliran musik paling luas di Indonesia saat ini.
Memulai Karir Bermusik Jazz Bermodalkan Nyali
Meski saat ini dikenal sebagai musisi Jazz, ternyata Ardhito mengawali karir dengan berangkat dari genre musik RnB, Urbaners! Ardhito mengakui kalau ia sangat mencintai musik Jazz sejak dulu, namun pada saat itu belum berani untuk terjun di ranah musik Jazz.
Sampai suatu hari, ada seorang terdekatnya berkata, “Roots lo itu sebenarnya di Jazz, jadi jangan lari dari roots lo!”. Hal ini membuat Ardhito pun akhirnya memberanikan diri untuk berkarya di ranah musik Jazz Indonesia.
Berkarir Independent atau Masuk Label Musik Besar?
Sama halnya dengan kebanyakan musisi besar di Indonesia lainnya, Ardhito memulai karir musiknya secara independent. Tapi di tahun 2017, Ardhito Pramono memutuskan untuk masuk ke salah satu label musik besar di Indonesia yaitu Sony Music Entertainment. Meski begitu, perpindahan dari seorang musisi indie ke label musik besar nggak membawa terlalu banyak perubahan dalam album “A Letter to My 17 Years Old”.
Ia menjelaskan awal ketika bergabung dengan Sony, ia memang pernah diminta membuat soundtrack musik untuk film “Susah Sinyal”. Meski label tidak mengharuskan Arditho untuk berganti haluan ke genre pop, Ardhito mencoba membuat musik yang tentu saja harus sesuai dengan market film tersebut. Jadilah lagu “Bila” yang terbilang sangat pop.
Meski lagu tersebut diterima masyarakat dengan baik – bahkan dilihat lebih dari satu juta pengguna YouTube – tapi hal ini malah menjadi boomerang tersendiri bagi Ardhito. Banyak penggemarnya yang akhirnya kecewa dan berpendapat kalau musik Ardhito berubah sejak masuk label besar.
Belajar dari hal ini, akhirnya Sony sadar bahwa treatment promo seorang Ardhito Pramono memang harus berbeda dengan musisi lainnya. Ardhito pun menambahkan bahwa sampai saat ini ia lebih nyaman bergabung dalam label besar, Urbaners!
Next Project Bareng Rendy Pandugo
Meski karya Ardhito didominasi dengan lirik berbahasa Inggris, tapi ia juga mengagumi banyak karya musik Indonesia. Salah satu musik karya Kunto Aji yang terbilang super unik. Selain Kunto Aji, ia juga penikmat musik karya Rendy Pandugo. Bahkan saat ini Ardhito sedang ada project co-writing bersama Rendy Pandugo.
Pandangan Ardhito Soal Musik Indonesia
Menurutnya musik Indonesia saat ini sangatlah beragam. Mulai dari genre pop, keroncong, rock, semua itu pasti ada pendengarnya masing-masing. Itu sebabnya, pendengar musik Indonesia saat ini harus lebih pintar dalam memilih musik. Jangan selalu mengikuti arus dan berpatok dengan tren. Apapun genre musik kesukaan lo, jangan pernah malu untuk bersuara. Karena dari lo musik Indonesia bisa hidup!