Rollfast, Berani Tampilkan Musik Unik dan Eksentrik
Setuju nggak Bro, kalau musik rock adalah salah satu genre musik yang nggak ada matinya? Menurut data yang dirilis Spotify, terbukti bahwa sampai sekarang genre rock masih sangat digandrungi para pencinta musik. Adanya regenerasi musik pun nggak menggoyahkan kedudukan musik rock di skena musik dunia, termasuk di Indonesia.
Salah satu band rock Tanah Air yang eksistensinya patut diperhitungkan adalah Rollfast. Dengan gaya musik yang berani dan eksentrik, Rollfast mendobrak pasar musik Indonesia dengan lagu-lagunya yang unik dan autentik. Yuk, kenalan lebih jauh dengan trio Rollfast!
Musik Sebagai Media untuk Berekspresi
Rollfast merupakan sebuah band dari Kota Denpasar, Bali, yang beranggotakan Agha Dhaksa (vokal), Arya Triandana atau Aan (bass), dan Bayu Krisna (gitar). Pertemuan mereka berawal dari banyaknya kesamaan, mulai dari preferensi bermusik, keinginan gondrong, sampai sama-sama ingin stand out dari premanisme SMA. Problematika remaja yang mereka alami menjadi latar belakang terbentuknya karakter personil Rollfast yang selalu ingin tampil beda dan bebas untuk berekspresi.
Band yang beraliran psych rock ini mengintegrasikan musik mereka secara kontemporer. Mereka adalah band yang suka bereksplorasi dengan beragam jenis aransemen musik, seperti menggabungkan musik krautrock dengan gamelan dan elektronik dengan jazz secara progresif.
Ikut Melestarikan Budaya Bali
Rollfast merupakan band yang cukup nasionalis karena selalu memasukkan budaya lokal dalam lagu-lagunya, terutama unsur mistis Pulau Bali. Namun, siapa sangka, di balik kerennya konsep tersebut ternyata terselip penyesalan Rollfast di album pertama mereka, Bro. Trio ini merasa album debut mereka seakan lupa daratan dan cenderung berorientasi ke budaya Barat. Mereka mengaku ‘kecolongan’, hingga akhirnya terus bereksperimen dengan jenis musik yang lebih bervariasi namun tetap berorientasi pada budaya lokal seperti sekarang ini.
Bila diteliti lebih lanjut, lirik dalam lagu-lagu band yang dibentuk sejak tahun 2011 ini memang bertujuan untuk bercerita kepada pendengarnya mengenai pandangan mereka terhadap keadaan di Bali. Misalnya di lagu “Garatuba” yang merupakan gabungan kata dari Segara (laut) dan Tuba (racun). Lagu ini adalah bentuk kritik Rollfast tentang kondisi Bali yang semakin memprihatinkan karena nggak henti-hentinya dieksploitasi oleh orang-orang serakah yang membawa ‘embel-embel’ Bali sebagai destinasi pariwisata Indonesia.
Secara musik, Rollfast ingin menjadi soundscape yang fasih dalam karya mereka sendiri. Sedangkan secara lirik, mereka ingin pendengarnya memahami makna lagu-lagu mereka secara lebih kritis supaya mendapatkan jawaban atau makna yang ingin Rollfast sampaikan di setiap lagu. “Kita mau saling berbagi sudut pandang dengan para pendengar dan sama-sama jadi self-reminder,” pungkas Bayu.
Ibarat Sponge dan Bunglon
Nggak banyak orang sadar kalau Bali adalah salah satu pusat pertumbuhan musik Tanah Air. Rollfast pun menyadari bahwa kini skena musik di Pulau Dewata sudah jauh lebih maju dan berkembang dari sebelumnya. Mereka mengakui kalau sekarang ada banyak musisi berkualitas di Bali, meski di antaranya masih ada yang mengikuti arus pasar komersial.
“Harusnya musisi sekarang bisa lebih kreatif untuk mencoba formula baru dalam bermusik, jangan justru copy paste musik Barat. Beberapa musisi yang bisa dijadikan contoh misalnya Ata Ratu dari Sumba dan Asep Nayak dari Papua. Karya mereka orisinil banget dan sangat layak untuk lebih disorot media!” papar Agha.
Hadir dengan genre musik yang kurang awam di telinga publik adalah suatu tantangan besar bagi seorang musisi, nggak terkecuali Rollfast. Meski begitu, Rollfast menegaskan bahwa alasan mereka bermusik adalah untuk diri mereka sendiri, bukan untuk orang lain. Kecintaan Agha, Aan, dan Bayu pada musik membuat mereka dapat terus berkarya tanpa ekspektasi publik.
“Kami itu seperti sponge yang menyerap lingkungan. Hasil serapannya, entah itu satir atau cocoklogi akan jadi inspirasi karya kami selanjutnya. Sejauh ini kami bermusik hanya dengan materi yang kami miliki sekarang. Bagaimanapun efeknya, ya jalan saja selama masih sesuai dengan vibe Rollfast. Kami nggak ingin dilabeli band psychedelic atau eksperimental karena sampai sekarang pun kami masih dalam proses mencari jati diri. Bisa dibilang, kami ibarat bunglon yang mau jadi sahabat semua orang,” timpal Bayu.
Berani Melawan Arus Mainstream
Di masa pandemi ini, Rollfast memanfaatkan waktu secara produktif dengan terus berkarya. Bahkan dari awal tahun 2020, mereka sudah merilis 3 lagu, yaitu “Pajeromon”, “Grand Theft Atma”, dan Garatuba. Sedikit bocoran, Rollfast kini sedang mempersiapkan materi untuk album kedua mereka yang rencananya akan hadir di pertengahan tahun 2020, lho. Be alert and stay tuned ya, Bro!
Pada akhirnya, musik rock adalah penyintas arus musik Tanah Air yang selalu berubah-ubah setiap dekade. Hal ini pun semakin memotivasi Rollfast untuk terus memberontak melawan tren dengan giat berkarya melalui musik mereka yang energetik dan surealis. Mungkin saja karena konsistensinya, Rollfast bisa jadi penyelamat musik rock Indonesia yang kita semua butuhkan.
Daftar Lagu Favorit Rollfast
Nah, berikut adalah 10 lagu favorit anggota Rollfast yang bisa lo contek untuk jadi playlist baru lo, Bro!
- Dewa Alit & Gamelan Salukat - Siklus 1
- Beck, Khruangbin - No Distraction (Khruangbin Remix)
- Elysia Crampton ft. Embaci - Grove
- Moses Sumney - Conveyor
- I Wayan Gde Yudane - Gam.Org
- Rakhiz Raka Vadlhi - Dragon Ball Soundtrack (Melayu - Riau Version)
- The Voidz - Human Sadness
- Hiroshi Yoshimura - Dance PM
- Asep Nayak - Ninari Wagagure
- AA Raka Sidan - Kenceng/Song Brerong
Tertarik untuk dengerin kerennya lagu-lagu trio asal Bali ini? Lo bisa langsung nikmatin musik mereka di Spotify, SoundCloud dan ikuti juga Instagram-nya di @rollfast___. Let’s have a good rock ’n roll time with Rollfast!