Jangkrik Kuliner: Komunitas Foodies yang Ingin Bantu Brand Activation Resto
Perkembangan teknologi dan sosial media memberikan kemudahan dalam hal membangun komunitas. Begitu juga dengan komunitas foodies, yang bisa dibilang modal foto dan caption catchy langsung deh merebut likes dan follower.
Tapi kalau lo bilang melakukan ini gampang, nyatanya nggak semudah itu Urbaners. Karena pada akhirnya, goal-nya adalah brand activation dari tempat makan tersebut. Dikenal kemudian dibeli oleh pengunjung. Inilah yang dilakukan oleh komunitas foodies, Jangkrik Kuliner. Penasaran bagaimana kisah mereka? Simak di sini, yuk!
Latar Belakang Profesi Beragam
Jangkrik Kuliner adalah komunitas foodies yang terbentuk lebih kurang dua tahun lalu. Awalnya mereka membawa nama personal, kemudian dipertemukan dalam berbagai event kuliner. Menemukan kecocokan satu sama lain, jadilah mereka jalan bareng dan ngereview tempat makan bareng.
Biasanya kalau ada endorsement yang datang ke Jangkrik Kuliner, request-nya bakal disebar ke group WhatsApp mereka untuk menentukan siapa yang mau pergi review. Tapi itu kalau restorannya tidak punya permintaan khusus mengenai personil yang diinginkan untuk datang, ya. Maklum aja nih Urbaners, semua personel Jangkrik Kuliner adalah food blogger yang sudah punya nama juga. Pun, pekerjaan mereka tidak full time sebagai food blogger, ada pengusaha, drummer dan nggak kalah gokil ada ibu rumah tangga yang bisa mendapatkan pemasukan Rp40 juta dari hasil review makanan!
“Awalnya ya karena memang senang makan aja, dan gue di awal itu motret pakai handphone, tapi makin ke sini, permintaan klien semakin banyak dan harus profesional dong. Makanya gue sekarang pakai kamera DSLR untuk motret,” cerita Asiong.
Teman-teman Jangkrik Kuliner yang lain rata-rata juga punya pengalaman yang sama. Dan dengan adanya komunitas, mereka punya wadah untuk berbagi tips, juga trik untuk mendapatkan angle yang menarik dan nggak membosankan.
“Gue dan teman-teman banyak diajarin cara motret yang benar sama Hendra,” tambah Asiong. Ya, ternyata sebelum menggandrungi makanan, Hendra dari dulu memang senang motret tapi yang dulu dipotretnya adalah pemandangan.
“Ada kesulitan masing-masinglah antara motret landscape dan makanan,” cerita Hendra saat disinggung mengenai hobi fotografinya. “Kalau motret makanan itu gimana caranya supaya orang jadi ngiler saat melihatnya,” cerita Hendra.
Memberikan Kritik Membangun
Biasanya, melalui briefing via WhatsApp atau telepon, pihak restoran akan menjelaskan konsep yang diinginkannya seperti apa, baru kemudian tim Jangkrik Kuliner datang dan mengeksekusi. “Gue dan teman-teman berusaha seobjektif mungkin, kalau memang bagus ya bagus, kalau nggak yah yang kita tonjolin hal yang positif dari restoran tersebut,” tambah Hendra.
Walaupun Jangkrik Kuliner di-hire untuk memberikan review, tidak lantas mereka mengatakan hal-hal yang baik saja. “Gue sama anak-anak Jangkrik Kuliner memang dibayar untuk membantu restorannya, salah satu cara membantunya ya memberikan masukan seobjektif mungkin, supaya pihak restoran tahu mana yang harus dibenahi,” jelas Hendra.
Tentu saja kritik yang membangun tersebut disampaikan secara langsung, tidak melalui caption di foto. Niat baik tersebut tidak selalu direspons secara positif oleh pihak restoran, ada yang marah, ada yang nggak terima. Meski begitu, personel Jangkrik Kuliner sih tetap “jalan” aja karena ini memang cara mereka dalam bekerja.
Dari Food Blogger dapat Job Lain
Bahkan, dari food blogger ini mereka kerap mendapat permintaan endorsement lain yang bukan makanan. Kalau buat kru Jangkrik Kuliner, selagi cocok dan masuk akal ya dilakoni saja. Yang paling penting adalah profesional, tetap memperhatikan feed, dan update konten. Jadi jangan hanya mau terima uang saja tapi hasil kerja berantakan.
Soal posting-an di Instagram juga tidak melulu tentang kerjaan saja, tetapi banyak juga hasil hunting mereka sendiri. Tentunya ini dilakukan supaya tim Jangkrik Kuliner tetap update mengenai dunia makanan sehingga bisa memberikan konten yang fresh plus bermutu kepada followers.
Selidik punya selidik nih Urbaners, profesi food blogger juga nggak kalah sadisnya dengan para selebgram lain yang kerap mendapatkan cibiran dari mulut netizen +62. “Wah..kalau itu mah kita udah biasa hahaha,” cerita Asiong.
Mulai dari mengomentari posting-an makanan non-halal, letak makanan yang nggak boleh ditumpuklah, angle foto yang seperti inilah itulah, dan lain-lainnya. “Ya sudahlah ya, kan kita nggak bisa menyenangkan semua orang,” tambah Hendra.
Sebelum menutup percakapan, Hendra mengungkapkan harapan supaya Komunitas Jangkrik Kuliner bisa semakin baik kedepannya, dikenal luas, dan bisa memberikan efek bagi restoran dan rekomendasi yang oke kepada para pencinta kuliner.