Hendy Kana & Mayo RFT: TRIPO 3000 Future Oriented Junk
Dance music sudah identik dengan pesta. Dengan terus berkembangnya dance scene di Indonesia, semakin banyak pula party yang diselenggarakan setiap minggu. Salah satu party maker yang sedang populer adalah TRIPO 3000. Dengan pesta bertema yang seru dan pilihan musik yang banyak diminati para party goers, Tripo 3000 menjadi salah satu party maker ternama di Indonesia. MLDspot bertemu dengan Hendy Kana dan Mayo RFT, co-founder TRIPO 3000 untuk berbicara mengenai awal mula terbentuknya TRIPO 3000, cara mereka menentukan tema acara, dan pandangan mereka terhadapt dance scene di Indonesia.
Kapan dan bagaimana TRIPO 3000 terbentuk?
Hendy: Berawal di Melbourne dengan nama Tripomatica 2008 sebagai platform para penggemar musik elektronik untuk berkumpul, baik orang Indonesia maupun orang lokal. Dari pesta kecil sampai boat parties, underground warehouse parties, 24 hours rooftop parties dan lain-lainnya. Tahun 2015, kita mulai membawa Tripo ke Indonesia, start-nya di Jakarta dan Bali. Tapi seiringnya waktu, Tripomatica mulai menjadi terlalu luas, dari segi varian musiknya. Akhirnya kita memutuskan untuk strip it down to basic, sekaligus mengubah nama menjadi TRIPO 3000. Kenapa “3000”? Karena mencerminkan pola pemikiran kira yang futuristic forward thinking dalam segi musik dan konsep. Makanya tagline kita “Future Oriented Junk”.
Siapa saja target audience kalian?
Mayo: Target audience kita sih dari 21+, tapi untuk batas atasnya nggak kita kasih target.
Hendy: Selain target demografinya segitu, juga yang pastinya para penggemar electronic music atau lagu-lagu yang kita mainin seperti house-tech sampai house-acid-techno. Jadi age range-nya seperti itu, gender-nya bebas (tertawa), dan batas umur atasnya nggak ada karena banyak yang umurnya diatas 40-an masih datang ke party kita.
Sesering apa kalian membuat event?
Hendy: Lumayan sering, tapi ada pembagiannya seperti flagship/major events dengan yang medium-size events. Kalau yang major events, seperti outdoor party yang kita bikin, Poolhaus, kita bikin tiga bulan sekali. Karena gerakan kita masih bersifat independen jadi kita nggak selalu mengandalkan sponsor, jadi persiapan yang harus dilakukan juga banyak dan berat. Untuk event yang medium, yang biasanya di bar atau di club, lumayan sering, seperti sebulan sekali.
Apa jenis musik yang kalian mainkan di event?
Anything between house, tech house, acid, techno.
Setiap event mempunyai tema sendiri atau tidak?
Hendy: Setiap event kita selalu ada temanya karena tagline kita “Future Oriented Junk”, jadi kita selalu forward-thinking dalam mencari konsep event yang memang harus secara detil. Kita nggak pernah mau bikin event yang memang untuk “main aja”, tanpa memikirkan semuanya. Dari nama acara, dekorasi, visual, sampai detil-detil untuk di venue-nya memang kita pikirkan. Karena kalau orang suka party ya sudah pasti, tapi kita mau semua indra mereka bisa menikmati. Visual-nya mereka bisa lihat, suasananya mereka bisa rasa, musiknya pasti bisa mereka dengar. Jadi itu salah satu yang membuat kita unik dan berbeda dari yang lain.
Bagaimana kalian menentukan tema acaranya?
Mayo: Brainstorming. Biasanya kalau ada ide, kita bicarakan bersama. Tapi tdak ada hubungan dengan hari besar apa yang sedang atau akan dirayakan.
Hendy: Contohnya acara besar kita yang paling recent berjudul Nokturnal Animals, itu tidak ada hubungan sama sekali dengan hari besar. Nocturnal itu artinya active at night atau orang-orang yang aktif di malam hari, dan Animals diambil dari sebutan party animals. Semua itu digabung menjadi suatu konsep di Jenja Jakarta dan kita buat dengan tema hutan beton atau concrete jungle dari dekorasi, visual, sampai kita buatkan topeng binatang bagi para tamu. Jadi itu semua muncul dari sesi brainstorming.
Bagaimana pandangan kalian mengenai dance scene di Indonesia, dibanding negara lain?
Hendy: Setiap negara tentu saja ada di berbagai tahap dalam soal dance scene mereka. Tapi menurut gue, Indonesia sedang mengalami one of its best moments karena sudah mulai banyak mendapat dukungan dari berbagai macam hal, seperti banyak clubs baru di Jakarta maupun Bali yang membawa banyak DJ luar negeri yang bagus. Dibandingkan dulu, sekarang hampir setiap minggu pasti kedatangan DJ dari luar negeri. Banyak juga festival underground ataupun mainstream. Local talents juga sudah semakin bagus, juga banyak event organizers yang bagus, tempat juga semakin banyak, jadi setiap minggu sudah pasti ada acara dimana-mana. Jadi menurut gue, dance scene sekarang lagi di puncaknya.
Mayo: Gue setuju dengan yang dikatakan Hendy, tapi kalau gue lihat dari sisi lainnya, Jakarta itu masih ada unsur mengikuti trend. Saat ini yang sedang ramai adalah konsep urban dan musik-musik Tech-House, sangat banyak event organizer yang mulai memakai tema itu. Nah yang gue sayangi adalah mereka kurang mendalami hal-hal tersebut. Contohnya seorang DJ mau mulai memainkan musik Tech-House tapi karena sedang “nge-trend”. Selain itu, menurut gue, perbandingan antara Indonesia dan negara lainnya adalah Indonesia pasti mengejar dan selalu sampai di sebuah trend, tapi selalu ketinggalan dalam waktu setahun atau dua tahun. Saat Indonesia ada disebuah posisi, negara lain sudah lebih jauh lagi. Tapi sudah banyak juga orang-orang yang mengapresiasikan dance music, contohnya lo ke tempat-tempat fitness, pasti mereka pasang dance music (tertawa)
Ada rencana untuk membuat acara besar in the future?
Hendy: Banyak sih, tapi masih belum bisa kita share.
Mayo: Kita nggak mau jinx aja, takut nggak jadi (tertawa). Tapi in the near future kok. Pasti, kita janji.