Cancel Culture: Gerakan Masif Dari Publik Sosial Media yang Bikin Trending Topic!
Disadari atau nggak bro kalau sekarang ini sesuatu yang viral berasal dari suatu gerakan yang masif, sehingga hal tersebut muncul ke permukaan, dan tidak heran juga untuk menjadi trending topic – terlebih di sosial media.
Apakah lo mengikuti pola seperti itu? Mengikuti hal yang viral, atau bahkan juga ikut berpartisipasi untuk membuat hal tersebut menjadi trending topic? Kalau iya berarti lo adalah salah satu orang dibalik tren yang istilahnya mulai populer sekarang-sekarang ini: Cancel Culture.
Mungkin di antara lo semua yang membaca artikel ini, pasti mempertanyakan hal yang sama, apa itu cancel culture. Secara harfiah, belum ada definisi yang mutlak atau absolut dari istilah yang satu ini. Bahkan, Urban Dictionary sampai New York Times memaknai cancel culture dengan berbeda-beda.
Lalu apa sebenarnya cancel culture? Apakah hal ini adalah sebuah tren dibalik beberapa hal yang viral atau trending topic di sosial media? Daripada lo menebak-nebak sendiri, sila simak bahasan kali ini untuk mengetahui selengkapnya ya!
Siapa yang Benar di Cancel Culture?
Credit Image: time.com
Dilansir dari situs insitu.id – cancel culture dinilai sebagai aksi kolektif publik untuk memboikot atau menghilangkan pengaruh seseorang di ruang digital ataupun nyata. Aksi ini bakal mudah banget lo lihat ketika ada figur publik yang melakukan kesalahan, baik secara verbal atau aksi.
Misalnya, perkataan yang bersifat ofensif dan memperkeruh suasana, sampai ke aksi kekerasan seksual dan perilaku rasisme – cancel culture bisa dengan mudah terjadi di sana. Lalu bagaimana aksi ini dimulai?
Biasanya aksi ini diawali oleh komentar beberapa orang terhadap perilaku publik figur tersebut. Dari komentar-komentar yang ada, pasti ada saja yang menuntut untuk mempertanggungjawabkan apa yang publik figur itu lakukan.
Lama-kelamaan, komentar dengan isi yang ‘menghakimi’ sampai yang meminta tanggung jawab serta tuntutan lainnya – akan berjumlah besar. Semakin banyak orang yang mungkin tadinya tidak tahu ada kejadian apa – lalu ikutan untuk memberikan komentar dengan nada yang sama.
Dengan sistem yang seperti ini, tidak heran kalau hal tersebut bisa dengan mudah jadi trending topic di sosial media. Lalu apa dampaknya untuk si publik figur? Banyak bro, mulai dari stress karena tekanan dari mana-mana – sampai ke karir sang publik figur tersebut bisa terancam.
Jika dari seluruh komentar yang dilontarkan sudah bernada sama – lalu ada komentar yang bernada sebaliknya – jangan kaget kalau komentar tersebut bakal diserang juga oleh mereka yang sudah masif dan besar jumlahnya.
Hal ini menjadikan grey area tersendiri ketika lo bertanya lalu siapa yang benar di cancel culture. Mereka yang bergerak secara masif, belum tentu benar juga – tapi publik yang dituntut terkadang memang sudah ketangkap basah melakukan kesalahan.
Tapi Apakah Dihakimi Begitu Saja?
Credit Image: gulfnews.com
Dengan hal seperti ini, publik dengan mudah bisa menyaring siapa yang bisa dijadikan panutan. Cancel culture tidak hanya untuk mereka yang berbuat salah, lho. Mereka yang punya prestasi, mereka yang punya sisi positif yang kuat, bisa saja kena cancel culture – tapi dalam hal yang berbeda, mereka yang seperti itu biasanya dipuja habis-habisan.
Memang sih bro – sesuatu hal yang berlebihan pasti kurang baik – namun, hal ini jadi salah satu cara untuk viral, jadi trending topic dan dibicarakan oleh banyak kalangan. Meskipun konteks ini sebenarnya sah-sah saja, tapi cancel culture bisa berakibat fatal untuk seseorang yang menerimanya bro.
Praktik ini bisa saja menciptakan blunder untuk mereka yang dihakimi tanpa diberikan kesempatan untuk memberikan bukti. Sangat mungkin terjadi kalau mereka salah menghakimi karena perkataan komentar yang tidak bisa dibuktikan juga kebenarannya.
Termakan oleh hoaks – sangat bisa terjadi di cancel culture. Dan yang bakal jadi korban adalah publik figur yang sudah disalah-salahkan. Karir, hubungan keluarga dan apapun itu – bisa saja selesai dengan begitu saja karena gerakan yang masif tersebut.
Terkait dengan hal-hal seperti ini, menurut lo bagaimana bro? Apakah memang fine-fine saja seperti itu? Atau menurut lo ada hal yang bisa dilakukan selain mengikuti cancel culture ini?
Feature Image – theweek.com