Tak perlu diragukan lagi, Bali memang salah satu pulau terindah di Indonesia yang terkenal bukan hanya karena pantai dan lanskap-nya, namun juga karena adat dan tradisinya yang masih sangat kental! Keindahan Bali ini nggak hanya memikat para traveler, tapi juga sineas-sineas film. Nggak jarang mereka memilih Bali sebagai latar shooting film mereka. Salah satu film berlokasi di Bali yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan adalah film ‘Bali: Beats of Paradise’, yang juga ikut dibintangi oleh seniman berbakat dan inspiratif asal Bali, I Wayan Balawan yang terkenal dengan touch tapping style-nya. Yuk, simak kisah di balik film ini lebih jauh!
Film Dokumenter Bertemakan Musik Gamelan
‘Bali: Beats of Paradise’ adalah sebuah film dokumenter besutan sutradara muda Indonesia, Livi Zheng. Film ini bercerita seputar I Nyoman Wenten, seorang seniman asal Bali dan usahanya dalam melestarikan alat musik gamelan. Setelah dirilis, film ini sukses mendulang banyak respon positif dari berbagai kalangan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, lho!
“Proses shooting film ‘Bali: Beats of Paradise’ ini sendiri sebenarnya sudah dimulai dari tahun 2017,” kata I Wayan Balawan atau lebih biasa disapa Bli Balawan oleh penggemarnya di Instagram. Jadi ide dari dokumentasi ini yaitu membuat kolaborasi dengan Bli Wenten yang melatih orang-orang bule (murid-murid-nya) belajar gamelan.
Nggak Mengalami Kesulitan Berakting
Beradu akting di depan kamera seringkali dianggap sebagai suatu hal yang sulit bagi kebanyakan orang, tapi tidak dengan Bli Balawan. Saat ditanya apakah mengalami kesulitan dalam proses syuting film, ia mengaku bila nggak terlalu mengalami kesulitan karena ia hanya memerankan dirinya sendiri. Jadi, nggak perlu latihan akting sebelum shooting.
“Paling yang menantang itu proses latihannya aja karena ada semacam konser kolaborasi bersama teater di sana. Jadi lebih ke proses latihan dengan para mahasiswa yang prosesnya makan waktu sekitar seminggu” katanya.
Alasan Diciptakannya Bali: Beats of Paradise
Urbaners, lo pasti tau kan kalo Bali adalah satu dari sekian banyak daerah di Indonesia yang tradisinya masih kuat dan kental banget sampe disebut-sebut sebagai The Last Paradise? Ya, istilah itu salah satunya karena musik dan tradisi di Bali nggak hanya buat konsumsi pariwisata, tapi juga memang bagian dari adat dan budayanya.
Menurut Bli Balawan, untuk melestarikan hal tersebut mau nggak mau, anak zaman sekarang harus ada yang memainkan alat musik tradisional atau seenggaknya meningkatkan awareness masyarakat akan musik tradisi. Salah satu caranya seperti membuat film berlatar tradisi daerah seperti ‘Bali: Beats of Paradise’.
Sebagai seorang musisi, Balawan mengakui bahwa dia punya tanggung jawab untuk peduli dengan hal ini. Ia harus menjaga supaya kualitas musik tradisional itu terjaga dan maestro-maestro baru terus terlahir. “Suka nggak suka, anak muda harus ada yang tetap memainkan musik tradisi!” ujarnya.
Antusiasme Musik Gamelan di Luar Negeri
Di saat musik tradisional di dalam negeri tampak mulai meredup, justru kepopuleran gamelan semakin meningkat di belahan dunia lain, lho Urbaners. Bahkan Bli Balawan mengakui bahwa sudah banyak orang luar negeri yang jago main gamelan.
“Saat dulu saya hadir di Gamelan Music Festival di Jerman, seluruh dunia mengirimkan wakilnya – dari Kanada, Jerman, London semua berkumpul demi musik. 95% orang bule itu main gamelan.” Makanya, Balawan mengkhawatirkan kondisi ini. Jangan sampai orang-orang luar negeri bisa lebih jago memainkan alat musik Indonesia dibandingkan anak bangsa! Kita juga harus bisa melahirkan maestro-maestro baru dan punya inovasi khusus untuk melestarikan dan mengembangkan alat musik tradisional supaya nggak hanya menjadi ornamen pariwisata dan kelengkapan upacara adat aja.
Formula Untuk Tetap Eksis
Lalu, bagaimana sih cara supaya musik tradisi terus diminati banyak orang? Kalau menurut Bli Balawan, kuncinya yaitu good timing. “Misalnya seperti UU Permusikan. UU Permusikan itu bagus, tapi tidak untuk sekarang.” kata Bli Balawan, “Lebih baik kita fokus buat viral tradisi tradisional yang ada -- mengingatkan orang-orang bahwa tradisi itu adalah budaya Indonesia yang sangat membanggakan”.
Baginya, yang lebih penting yaitu bagaimana musik tradisi diberikan kesempatan, exposure dan wadah untuk tetap eksis oleh media,
Kalau melihat negara lain, mereka pasti punya identitas musik masing-masing. Misalnya Argentina punya Tango, Brazil ada Samba dan Bossa, dan Amerika dengan Country dan Swing-nya. Balawan merasa Indonesia sendiri harus punya integritas musik yang mewakili Indonesia, karena menurutnya aliran musik Indonesia masih agak rancu, “Jadi harus ada formula seperti apa yang mengidentikkan musik Indonesia di mata dunia. Itulah yang perlu kita dan pemerintah kembangkan,” ujar Balawan.
Musik Indonesia itu punya potensi untuk dikenal dan disukai banyak kalangan seperti halnya lagu dari Argentina dan Amerika. Namun, seringkali orang-orang menganggap bahwa musik tradisional itu ‘berat’ bagaikan musik orkestra. Makanya, harus ada semacam kemasan agar musik-musik itu bisa diterima dan juga punya ciri khas yang identik bahwa inilah budaya Indonesia. Hal itu juga yang mendasari diangkatnya musik gamelan sebagai budaya Indonesia di film ‘Bali: Beats of Paradise’.
Media Sosial Menjadi Kunci Promosi
Platform media sosial sekarang sudah menjadi alat yang paling efektif untuk sarana promosi. Apa pun bisa jadi viral dengan media sosial. Nah, menurut Balawan, exposure dari media sosial ini lah yang harus dimanfaatkan! Ia memberi contoh semisal di Instagram, “Di Instagram, belum pernah kan ada gamelan viral? Yang viral itu kan kaya TikTok karena terus di setiap explore itu ada TikTok.” tutur Balawan.
Seperti halnya TikTok serta hal lainnya yang trending karena dibikin viral, musik tradisi gamelan juga harus dibuat seperti itu. Selain dari media sosial, ia juga berpikir kalo artis lokal pun sebetulnya bisa membantu mempopulerkan musik tradisi. Jadi, masyarakat nggak menganggapnya itu ‘kampungan’, dan justru malah bikin image musik itu keren di masyarakat!
Meski peran artis lokal ataupun musisi itu penting untuk meningkatkan exposure musik tradisi, bukan berarti kita nggak punya andil di dalamnya, lho Urbaners. Sebagai anak bangsa, kita juga harus ikutan menjaga keberlangsungan musik tradisi kita. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?
Comments