Suka nonton film? Sudah berapa film yang lo tonton akhir-akhir ini? Mungkin sudah banyak film yang lo tonton dalam kurun waktu beberapa minggu ini, apalagi kalau lo termasuk orang yang suka nonton film. Pertanyaannya, lo nonton lewat apa? Dewasa ini makin banyak orang yang streaming film karena dipandang lebih murah dan simple. Perusahaan film pun semakin diuntungkan dengan adanya layanan streaming film berbayar. Lantas, apa kabar bioskop? Apakah ini justru yang akan menjadi awal dari kehancuran bioskop?
Streaming film dipandang lebih ekonomis
Film sekarang nggak cuma ada di bioskop. Lo bisa mendapatkannya secara streaming di internet. Lebih lagi, lo masih bisa menikmati film di gadget lo, streaming kapan pun dan dimana pun yang lo mau selama ada akses internet. Kemajuan teknologi ini dipandang sebagai hal yang memudahkan kita untuk menikmati film-film kesukaan.
Selain gampang dinikmati, lo juga nggak akan mendapatkan gangguan lain selama nonton film. Biasanya nih, banyak orang-orang di bioskop yang ngobrol satu sama lain yang akibatnya mengganggu kesenangan lo ketika menikmati film. Lebih parah lagi ketika ada suara gadget bunyi ketika lo lagi tegang nonton film horror. Sensasi takutnya jadi hilang dan hype-nya malah nggak kerasa. Dengan adanya layanan streaming film, lo jadi nggak perlu lagi takut terancam teror kebisingan seperti demikian. Serasa bioskop milik sendiri.
Ancam keberadaan bioskop?
Namun, seperti kemajuan era digital lain, keberadaan layanan film ini juga memancing kecemasan tersendiri bagi beberapa pihak, khususnya pemilik studio bioskop. Pasalnya, keberadaan layanan streaming film dapat mematikan perusahaan bioskop. Bayangkan, harga layanan streaming bisa lo dapatkan hanya dengan harga yang cukup murah, hanya 5 dolar atau nggak sampai 100 ribu rupiah sebulannya dan lo bisa nonton film sebanyak apapun, sepuas lo. Sedangkan bioskop, bisa sekitar 40-50 ribu rupiah tiap nonton. Mana yang lebih menguntungkan?
Meski demikian, layanan streaming film ternyata masih ingin “berbaik hati” kepada pebisnis bioskop. Caranya adalah dengan menunda perilisan film baru. Biasanya, film baru boleh ditayangkan sekitar 2-3 bulan setelah penayangan perdana di negara yang sama sehingga bioskop masih dapat meraup untung dari penayangan perdana. Dengan demikian, layanan streaming film dan bioskop dapat bisa bersaing sehat.
Lantas, siapa yang paling beruntung dalam penerapan kedua jenis distribusi film ini? Tentu pihak perusahaan film. Semoga saja dengan banyaknya pasar film ini mereka selalu berusaha membuat film-film yang berkualitas dan nggak cuma asal bikin film.
Source: nytimes.com
Comments