Sebelum bisa menikmati industri hiburan hingga saat ini, berdekade-dekade ke belakang Indonesia sempat mengalami masa sulit untuk mengembangkan industri ini. Untuk menonton televisi atau sekedar produksi musik, semua butuh perjuangannya sendiri.
Emang sih produksi industri hiburan zaman dulu nggak sekuat sekarang, tapi uniknya film-film masa zaman dulu ini banyak menceritakan soal patriotik, perang kemerdekaan, dan juga percintaan klasik di masa penjajahan. Tentunya, campur tangan kolonial masih ada di sana.
Melihat perkembangan soal film nasional boleh dibilang tumbuh pesat dengan hadirnya sutradara-sutradara besar Indonesia saat ini serta pemain Indonesia yang memiliki karakter yang kuat, akhirnya film Indonesia bisa berdiri secara mandiri dengan kualitas yang bisa dianggap sangat baik.
Penasaran sama film Indonesia yang pertama kali di produksi? Langsung aja simak 5 film pertama yang diproduksi di Indonesia di bawah ini!
Loetoeng Kasaroeng (1926)
Credit image – Hai Grid
Film pertama yang ada di Indonesia ini bernama Loetoeng Kasaroeng yang dirilis pada tahun 1926. Film yang diangkat dari legenda masyarakat dari Parahyangan, yang sering ditampilkan dalam seni pantun Sunda. Film yang diproduksi saat Indonesia masih bernama Hindia Belanda ini saat itu masih masuk ke era film bisu dan hitam putih.
Film yang ditayangkan di bioskop hanya berupa gambar bergerak tanpa ada suara sama sekali ini dirilis pada 1926 oleh NV Java Film Company, dengan dua sutradara asal Belanda – G Kruger dan L Heuveldrop. Meski disutradarai oleh orang Belanda, para pemain film atau aktor dan aktrisnya diambil orang pribumi dan jadi film pertama di Indonesia!
Eulis Atjih (1927)
Credit image – Pop Bela
Setelah Loetoeng Kasaroeng, Java Film Co. kembali memproduksi film kedua mereka setelah satu tahun berikutnya dengan judul Eulis Atjih. Film yang disutradarai oleh G. Krugers ini merupakan film adaptasi pertama Indonesia yang diangkat dari novel karya Joehana. Pada tahun 1927, film yang dibintangi oleh aktor Indonesia Arsad dan Soekria ini sangat sukses di Hindia Belanda.
Film yang bercerita mengenai seorang pria Indonesia yang meninggalkan istrinya yang bernama Eulis Atjih dan anaknya demi berpesta. Dari sifatnya itu, keluarga mereka jatuh miskin dan membuat Eulis harus ikut bekerja keras demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi sayangnya, saat dibawa ke pasar luar negeri, film ini kurang diminati.
Lily Van Java (1928)
Credit image – Jadi Berita
Melihat kesuksesan dua film perdana yang diproduksi di Indonesia dengan sutradara asal Belanda, seorang asli Tionghoa di Indonesia bernama Lily Van Java – yang dikenal juga dengan nama Melatie Van Java yang rilis pada tahun 1928.
Lily Van Java awalnya akan diproduksi oleh rumah produksi South Sea Film dengan sutradara asal Amerika, Len Roos. Namun, karena satu dan lain hal, Lily Van Java akhirnya jatuh ke tangan sutradara Nelson Wong. Di bawah naungan rumah produksi Wong's Halimoen Film, Lily Van Java jadi film panjang pertama yang diproduksi – meskipun filmnya nggak terlalu sukses.
Berkisah tentang perjodohan, Lily Van Java bercerita tentang seorang perempuan yang terlahir dari keluarga kaya dan terpaksa meninggalkan kekasihnya yang sangat ia cintai demi menikah dengan laki-laki pilihan keluarganya.
Resia Boroboedoer (1928)
Credit image – JalanTikus
Resia Boroboedoer atau yang memiliki arti Secret of Borobudur ini bercerita tentang seorang perempuan bernama Young Pei Fen (Olive Young), yang pergi ke Jawa untuk mencari guci berisikan abu Buddha Gautama peninggalan sang ayah, Young Lun Fah. Guci tersebut berada di Candi Borobudur. Saat mencari guci tersebut, banyak halangan yang dihadapi Young Pei Fen. Termasuk, serangan ilmu hitam dari orang yang membencinya.
Resia Boroboedoer dianggap sebagai film yang buruk karena menampilkan hal yang nggak masuk akal. Penikmat film pada masa itu mempertanyakan – bagaimana caranya seorang Tionghoa yang berbahasa Mandarin bisa tinggal di Sumatra dan tiba-tiba ada di Pulau Jawa untuk mencari guci.
Setangan Berloemoer Darah (1928)
Credit image – Wikipedia
Setangan Berloemoer Darah menjadi film adaptasi novel kedua setelah Eulis Atjih. Film bisu dengan gambar hitam putih ini diproduksi dan disutradari oleh Tan Boen Soan, wartawan Soeara Semarang. Film yang diangkat dari novel karya Tjoe Hong Bok ini menjadi film Indonesia pertama yang menyisipkan adegan laga.
Setangan Berloemoer Darah bercerita tentang pemuda bernama Tan Hian Beng yang berusaha mencari pembunuh ayahnya untuk balas dendam. Dendam yang dibawa dari kecil, membuat Tan Hian Beng menjadi sosok berdarah dingin.
Itulah 5 film pertama di Indonesia yang diproduksi sebelum akhirnya menjadi film Indonesia yang berkembang hingga saat ini. Apakah lo tertarik nonton film bisu, bro?
Feature image – Medium
Comments