Sejatinya, Pasar Santa Jakarta bukan sekedar gudang makanan buat para pecinta kuliner. Tempat nongkrong hits anak Jakarta Selatan ini juga jadi “surga” mungil buat pencinta buku—terutama buku-buku dari penulis Indonesia.
Post Santa, Transit Bookstore, dan Gueari Galeri adalah tiga toko buku independen yang bisa lo temukan di Pasar Santa. Ketiganya punya tema yang berbeda, koleksi beragam, dan mood yang bervariasi juga. Jadi, mengunjungi ketiganya menjadi keharusan buat lo Urbaners! Yuk, simak hasil jalan-jalan MLDSPOT ke Pasar Santa!
Post Santa
Bisa dibilang Post Santa adalah pionir toko buku independen di Pasar Santa. Toko buku ini sudah didirikan sejak tahun 2014 oleh pasangan Teddy W. Kusuma dan Maesy Angelina. Tempatnya mungil dengan buku-buku berjejer rapi di kiri-kanan raknya.
Di Post Santa juga disediakan meja kayu dan kursi, buat lo yang ingin duduk dan memilih buku, sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli. Lagu-lagu yang diputar adalah lagu-lagu jazz sehingga membangkitkan mood banget untuk memilih buku yang ingin lo bawa pulang. Belum lagi, aroma buku baru yang menyeruak, bikin para bibliophile betah berlama-lama di sana.
Nggak cuma menyediakan buku, Post Santa juga kerap mengadakan diskusi buku, peluncuran buku atau workshop menulis. Duo founder-nya terinspirasi dari Toko buku Kineruku (Bandung), Toko Budi (Yogyakarta), C2O (Surabaya) dan Kata Kerja (Makassar). Sedikit banyak ada feel serupa yang bakal lo rasain saat menginjakkan kaki di Post Santa.
Sebagai “pelahap” buku, Teddy dan Maesy akan dengan senang hati merekomendasikan buku-buku keren untuk lo beli. Post Santa sangat mendukung penulis indie Indonesia yang kurang mendapat perhatian dari penerbit mainstream. Karenanya, mereka kerap bekerja sama dengan penulis-penulis indie untuk mengadakan launching buku terbaru di Post Santa.
Transit Bookstore
Sedikit melipir dari Post Santa, lo akan menemukan Transit Bookstore. Sedikit berbeda dengan Post Santa, Transit Bookstore hanya menjual buku-buku berbahasa Inggris. Lo yang mengaku introvert dan senang hal-hal yang sifatnya intimate bakal dimanjakan di sini.
Secara berkala, mereka punya tema untuk buku-buku yang dipajang—bisa jadi ini salah satu trik menyiasati ruang yang mungil. Salah satu tema yang sedang mereka angkat adalah Know Your Neighbours.
Melalui tema ini, buku-buku yang dipajang adalah penulis dari negara tetangga Indonesia seperti Malaysia, Turki, Pakistan, India dan lainnya. Ketika Transit Bookstore mengangkat tema Displacement, buku-buku yang dipajang adalah tema pengungsian atau refugee. “Ini salah satu cara kita memperkenalkan kekayaan buku mulai dari genre dan tema kepada pembaca,” jelas Indra selaku salah satu owner dari Transit Bookstore.
Gueari Galeri
Kalau Post Santa mengusung toko buku komplit, Transit Bookstore jauh lebih spesifik dan intim, Gueri Galeri adalah toko buku yang menjual buku-buku bertema fotografi. Lokasinya berada di satu lantai di bawah Post Santa dan Transit Bookstore.
Buku-buku yang dijual cukup nyeleneh dan menggambarkan perkembangan dunia fotografi Indonesia dan dunia. Kenapa nyeleneh? Soalnya beberapa buku menceritakan sejarah foto nude dan bahkan ada yang memuat koleksi foto blonde nude dari model-model Playboy.
Tidak melulu erotisme, beberapa koleksi Gueari Galeri juga memuat rangkaian perjalanan tokoh politik tertentu, landscape, dan human interest. Selayaknya toko buku independen, Gueari Galeri juga melengkapi aktivitasnya sebagai wadah untuk berdiskusi mengenai fotografi. Buat lo yang senang dengan fotografi dan desain grafis, jangan pikir panjang untuk berkunjung ke Gueari Galeri!
Gejolak Toko Buku Indie di Pasar Santa
Kenapa disebut indie? Bisa jadi karena passion mengalahkan keinginan mengejar komersil. Toko buku independen ini hanya buka di weekend, itupun dari sore sampai menjelang malam. Bahkan ada yang bukanya dari jam 3-8 malam saja.
Pemilik toko buku independen ini sebagian besar punya pekerjaan lain yang harus dilakoni, makanya hanya buka di weekend. “Gue sehari-hari kerja di bank, makanya Transit Bookstore hanya buka saat weekend,” jelas Indra. Hal yang sama juga terjadi pada Teddy W. Kusuma dan Maesy Angelina. “Penggila” buku, “pelahap” buku atau istilah-istilah lainnya bisa dilekatkan ke mereka. Soalnya, kalau hanya mengejar keuntungan materi, pastinya mereka tidak akan membatasi jam buka toko bukunya.
Keinginan untuk berbagi, bercerita, dan menjadi support system bagi penulis pemula yang memiliki bakat menjadi salah satu alasan kenapa toko-toko buku independen ini bersemayam di denyut geliat Pasar Santa—sebuah area kekinian bagi penduduk ibukota.
Tentunya ini adalah angin segar yang harus lo dukung, supaya makin banyak literatur berkualitas karya penulis-penulis Indonesia yang dikenal masyarakat. Setuju?
Comments