Menjamurnya kultur indie di kalangan anak muda Indonesia membuat variasi hiburan semakin beragam, terutama film independen yang sering dianggap sebagai ujung tombak film-film eksperimental dalam negeri. Kolong Sinema adalah salah satu komunitas yang beranggotakan penikmat film dan movie maker yang memiliki kecintaan besar pada sinematografi dan seringkali liar dalam berkarya.
Nah, kenapa akhirnya komunitas ini jadi penting di dunia perfilman Indonesia? Yuk langsung kenalan dengan Kolong Sinema, Urbaners!
Berawal dari Komik Tugas Akhir
Sebelum akhirnya berubah format menjadi komunitas, Kolong Sinema berawal dari judul komik tugas akhir kampus karya Deka, yang bercerita tentang dua orang sahabat yang bekerja di sebuah tempat penyewaan film dan saling berbicara asyik tentang film superhero Indonesia pada tahun 80-an.
Deka yang saat itu sudah passionate dengan film independen kemudian berkenalan dengan Azzam, yang ternyata sama-sama memiliki ketertarikan pada film B-rated. Mereka pun kemudian saling bertukar karya. Saat keduanya bertemu, Azzam sendiri sudah memproduksi sebuah film pendek berjudul “Pendakian Birahi”.
Deka dan Azzam mengaku pertemuan keduanya serasa sudah ditakdirkan, karena mereka merasa klik dan memiliki misi yang serupa. Akhirnya, Deka dan Azzam mengubah format Kolong Sinema, dari sebuah komik menjadi komunitas tempat keduanya berkarya di ranah film indie dan menjadi wadah bagi orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama. Kedua anak muda kreatif ini sekarang lebih dikenal sebagai ‘Amer Bersaudara’ yang diambil dari nama keduanya, yaitu ‘Azzam’ dan ‘Merdeka’
Fokus Grap Sinema Independen
Memanfaatkan keterbatasan untuk berkarya
Bagi Deka dan teman-temannya, jalur indie sebenarnya bukan pilihan utama yang mereka inginkan. “Sepertinya jalur indie bukan pilihan. Kami di jalur ini karena memang tidak punya uang untuk menghasilkan film, sehingga memilih untuk memproduksi film yang minim budget,” ungkap Azzam.
Meskipun begitu, Kolong Sinema memilih sinema independen untuk berkarya—khususnya film B-rated, karena memang sub-genre film ini belum bisa dijadikan sebuah alternatif untuk didistribusikan ke pasar mainstream di Indonesia. Satu-satunya cara mereka adalah dengan menggarap film independen agar komunitas ini bisa berkarya dengan lebih bebas.
Perkembangan Dunia Film Indie
Menurut Kolong Sinema, dunia film independen di Indonesia sendiri sudah mulai memasuki masa keemasan, dengan mulai banyaknya film indie yang meraih penghargaan dan apresiasi sedemikian besar di luar negeri. Ini jadi bukti kalau movie maker Indonesia juga memiliki porsi peran yang cukup besar di industri film dunia. Beberapa di antaranya seperti Ziarah, Istirahatlah Kata-Kata, dan Postcard from the Zoo yang langganan masuk ke festival film internasional.
Selain itu, film-film non mainstream ini juga dinilai penting, karena bisa menjadi alternatif hiburan baru bagi masyarakat Indonesia yang bosan dengan genre yang muncul di pasaran. Topik yang dibawa melalui medium film juga lebih bebas, karena movie maker lebih leluasa dalam mengeksplorasi berbagai hal yang nggak jarang cukup tabu untuk diputar di bioskop biasa.
Banyak movie maker yang sering lo temuin juga berawal dari dunia independen lho! Sebut saja Ifa Isfansyah, Hanung Bramantyo, dan juga Riri Riza. Di sini, film indie seringkali jadi gerbang pembuka bagi sineas yang ber-budget kecil untuk bereksperimen, sebelum akhirnya memasuki pasar yang lebih umum dan dapat diterima masyarakat luas.
Bergerilya Memasarkan Karya
Salah satu kegiatan Kolong Sinema, yaitu ‘Mangkal Sore’
Saat ini, Kolong Sinema hanya memiliki 3 anggota, yaitu Deka, Azzam, dan juga Cavin. Karena itu, ketiga orang ini harus bergerilya dalam mendistribusikan karyanya. Nggak jarang, Deka dan teman-teman harus menawarkan kerjasama dengan komunitas film lain agar karyanya bisa masuk dalam pemutaran film terbatas di berbagai lokasi. Kota-kota seperti Solo, Purwokerto, Yogyakarta, hingga Malang sudah pernah mereka kunjungi untuk memperkenalkan komunitas dan film yang mereka produksi.
Kolong Sinema juga sering menampilkan karyanya lewat platform pemutaran video digital dan mempromosikannya melalui Instagram dan Twitter @kolongsinema. Mereka nggak hanya mempublikasikan karyanya lho, tapi juga sering update tentang acara yang akan diadakan.
Berbagai kegiatan seru seperti nongkrong, ngide bikin film, nabung, hingga membuat film screening kolektif sendiri sudah jadi acara wajib di Kolong Sinema. Beberapa waktu yang lalu, komunitas ini bahkan sempat membuat acara perdananya, yang berjudul ‘Sinema Kolong’ dan menampilkan 5 film pendek yang bernafas sama dengan semangat independen mereka. “Selain screening, kami juga mempersiapkan merchandise untuk mendukung perkembangan komunitas ini. Dibeli yak!” kata Azzam disambut tawa lepas.
Meskipun begitu, Kolong Sinema memiliki harapan besar agar dunia film independen semakin variatif lagi dan bisa memiliki tempat sendiri di hati penonton. Di lain sisi, dengan semakin banyaknya bioskop alternatif yang bermunculan, mereka berharap agar penonton semakin terbuka dan lebih menerima karya film yang nggak melulu sesuai selera pasar.
Kegiatan rutin Kolong Sinema, yaitu ‘Mangkal Sore’ bersama seluruh peserta
Berbeda dengan film yang biasa lo tonton di bioskop, film independen memiliki kebebasan luar biasa dalam setiap karyanya. Sehingga, kalo lo berencana untuk datang ke screening film indie, pastikan agar ekspektasi dan logika yang biasa dibawa saat menonton film biasa ditinggalkan dulu di pintu. Menurut Kolong Sinema, cara ini akan membuat lo lebih leluasa berimajinasi dan bersenang-senang saat menikmati film indie, Urbaners!
Rekomendasi Film Independen Terbaik versi Kolong Sinema
Mulai tertarik untuk menonton film independen? Kolong Sinema punya 5 film terbaik versi masing-masing anggotanya, yang bisa lo jadikan referensi kalau minggu ini berencana untuk merasakan pengalaman berbeda saat binge-watching.
Beberapa judul film indie horor lokal yang dulu sempat didistribusikan lewat DVD bisa jadi pembuka yang baik. Azzam menyarankan untuk menonton film seperti ‘Misteri Hantu Ciliwung’ atau ‘Tumpeng’, Deka menyarankan film berjudul ‘Kisah Cinta Yang Asu’ dan ‘Misteri Bondowoso.avi’, sementara Cavin menyarankan film berjudul ‘Siti’. Kira-kira mana nih yang mau lo tonton lebih dulu, Urbaners?
Comments