Ketika ada tiga musisi yang sama kuatnya dari segi pengkaryaan berbagi set, panggung dan pergi tur bersama, pasti ada titik kompromi yang disepakati. Di balik gemerlapnya pertunjukan, melihat bagaimana tiga karakter jadi satu untuk memberi pengalaman musik yang seru untuk mereka yang menonton, sangatlah menarik.
Baik Monita Tahalea, Gerald Situmorang dan Sri Hanuraga, punya spesialisasi yang tidak kacangan. Monita dikenal punya warna suara yang khas dan pengikut banyak. Gerald Situmorang memiliki reputasi yang sulit ditandingi kalau berbicara tentang gitar klasik dan permainan jazznya yang sangat khas, belum lagi keterlibatannya di Barasuara –sebagai pemain bas— yang secara otomatis juga mendongkrak popularitasnya. Sementara Sri Hanuraga adalah produk sekolah musik yang punya keteraturan sekaligus keberanian untuk bereksperimen dengan piano. Hal tersebut menghasilkan banyak kontribusi yang monumental; mulai dari proyek yang sekarang sedang dijalaninya dengan Gerald Situmorang, kontribusinya di band jazz legendaris Simak Dialog maupun kiprahnya sebagai seorang session player.
Namun MLDSPOT Intimate Sound membuat mereka, masing-masing, harus mengerem sekaligus mencoba berkarya secara kolektif. Presentasinya tidak tangung-tanggung, tur spartan ke enam kota besar di Pulau Jawa.
“Awalnya semua gara-gara kita bantuin konser Dandelionnya Monita tahun 2016. Waktu itu, gue jadi music directornya dan Aga jadi salah satu session playernya. Dia juga terlibat di album itu soalnya,” kenang Gerald Situmorang. “Habis konser, gue whatsapp Aga. Ajak dia untuk bikin duo dan project bareng. Kejadian,” lanjutnya.
Setelah album Metta, yang merupakan karya berdua Gerald Situmorang dan Sri Hanuraga, ada peluru baru yang bisa diperkenalkan ke orang banyak. Keduanya, juga seringkali terlibat di The Nightingtale, band pengiring Monita Tahalea. Akhirnya, pilihan untuk pergi bertiga dan menggarap sesuatu bersama-sama jadi kenyataan setelah beberapa tahun.
Di MLDSPOT Intimate Sound, set yang mereka mainkan menjadi sebuah kesatuan. Ada kalanya Monita menambah vokal di lagu-lagu yang aslinya tidak bervokal atau menyanyikan sejumlah lagu yang penyanyi aslinya bukan dirinya. Ada pula kala Gerald diam menyaksikan Aga dan Monita bermain bersama. Juga begitu dengan Aga. Kemampuan menahan diri untuk tidak melulu terlibat dan mengedepankan kebutuhan lagu, jelas merupakan satu buah dari jam terbang dan tujuan besar untuk menghadirkan pertunjukan yang enak dilihat.
Di Time is the Answer, misalnya. Lagu yang aslinya dirilis atas nama Gerald Situmorang Trio ini, Aga tidak bermain. Sementara Monita menambahkan humming yang versi aslinya di album merupakan bunyi petikan gitar.
“Kami latihan beberapa kali menjelang pergi tur ini,” kata Monita menjelaskan.
Proses di belakang layar itu merupakan sebuah cerminan bahwa musisi juga bisa mengenyampingkan ego ketika dibutuhkan. Toh, mencapai sebuah keberhasilan tur bersama jadi lebih penting ketimbang menampilkan karya sendiri-sendiri yang bisa jadi malah tidak menghasilkan chemistry yang bagus
Comments