Pada tahun 1930-an, sejumlah imigran dari Filipina (yang merupakan jajahan Amerika Serikat saat itu) membawa musik yang baru ke Indonesia, jazz. Mereka menggunakan piano, terompet, saxophone, dan perkusi untuk membuat sebuah musik yang lebih lambat daripada genre musik yang ada di zaman tersebut. Setelah itu, musik jazz menjadi salah satu hiburan tamu-tamu hotel di Jakarta dan perlahan-lahan mulai menyebar ke daerah lain.
Setelah masa kemerdekaan, para musisi asli Indonesia mulai berani keluar dari pakem musik rock n roll yang sedang booming ketika itu dengan membuat grup musik beraliran jazz. Pada tahun 1962, Bill Saragih membentuk Jazz Riders, sebuah band beraliran jazz. Kemudian di Surabaya, Jack Lesmana membuat Jack Lesmana Quintet bersama Bubi Chen, juga salah satu legenda jazz Indonesia.
Sekarang perkembangan jazz sudah jauh berbeda dengan zaman dahulu. Walaupun masih ada beberapa penyanyi yang mengusung klasik jazz, tetapi fusion jazz banyak menjadi pilihan. Nah, di dalam artikel kali ini akan dibahas 5 penyanyi jazz Indonesia yang wajib lo denger karyanya. Para penyanyi jazz di bawah ini bisa dibilang sangat berjasa untuk perkembangan musik jazz di Indonesia. Siapa saja mereka?
Jack Lesmana
Jack Lesmana lahir di Jember, salah satu kota di pesisir pantai selatan Jawa Timur. Perkenalan pertama Jack Lesmana dengan musik jazz terjadi di usia 12 tahun dengan nama Dixieland. Ayah dari Indra Lesmana ini kemudian memulai petualangannya di dunia musik jazz setelah era kemerdekaan. Mulai dari Berger Quarter, Boogie-Woogie Rhtymics, Gema Irama, sampai Jack Lesmana Quintet.
Lalu, kapan tepatnya Jack Lesmana ini sukses dan mulai dikenal banyak orang? Sekitar tahun 1960-an, Jack Lesmana tergabung dalam sebuah grup bernama Indonesian All Stars. Di dalamnya terdapat Bubi Chen bermain piano, Benny Musthapa sebagai penggebuk drum, Maryono bermain flute, dan Jopie Chen bermain bas. Kombinasi tersebut seakan menjadi surga bagi para penikmat musik jaz, karena semua pemain dari Indonesia All Stars tersebut adalah legenda jazz Indonesia.
Di tahun yang sama, Tony Scott musisi jazz dari Amerika Serikat mengajak Indonesian All Stars kolaborasi. Mereka akhirnya mengeluarkan album Djanger Bali, yang di dalamnya terdapat remake lagu tradisional Indonesia seperti Ilir-Ilir, Burung Kakaktua, dan Gambang Suling. Bukan nggak mungkin lagu-lagu tradisional di atas yang pernah lo denger ini merupakan karya dari Jack Lesmana dan kawan-kawan.
Untuk soal album, Jack Lesmana ini nggak ada duanya, Urbaners. Dari album solo, album bersama grup musik, bahkan bersama sang anak Indra Lesmana pun mereka pernah membuat album. Ketika meninggal dunia pada 1988, Jack Lesmana sekarang seharusnya bisa bangga karena karya-karyanya dulu merupakan cikal bakal perkembangan jazz yang begitu besar seperti sekarang.
Tompi
Penyanyi jazz Indonesia selanjutnya yang wajib lo denger adalah Tompi. Penyanyi jazz kelahiran Aceh ini ternyata memiliki kisah yang sangat unik. Mungkin banyak di antara lo sudah tahu bahwa Tompi adalah seorang dokter lulusan Universitas Indonesia dan di tahun 2010 kemarin Tompi sudah mendapatkan spesialis bedah plastik. Dari kesibukannya menjadi seorang dokter, Tompi masih bisa mengeluarkan 9 album dari tahun 2003, lho.
Pada tahun 2002, Tompi pertama kali terjun di dunia musik lewat genre funk, soul, hip-hop, dan juga jazz. Dari situ Tompi sering tampil di café dan acara wedding, suaranya yang merdu melengking membuat orang mudah mengenali suara dari Tompi. Album pertama dari Tompi adalah Cherokee (2003), sebuah grup musik dari Singapura.
Album “resmi” Tompi muncul di tahun 2005 dengan judul T. Dari situ Tompi semakin terkenal dengan suaranya yang sangat khas. Setelah itu, album My Happy Life (2008) bisa dibilang menjadi album paling sukses Tompi. Lagunya berjudul Menghujam Jantungku dan Sedari Dulu menjadi lagu wajib dihapal para penggemar Tompi. Sekarang Tompi sedang fokus dengan side jobs sebagai Director of Photography dan juga pre-wedding.
Dira Sugandi
Dira Sugandi beberapa waktu lalu mencuri perhatian setelah dirinya ternyata mempunyai fans, Donghae, salah satu personel boyband K-Pop Super Junior saat sama-sama tampil di penutupan Asian Games 2018 Jakarta Palembang. Donghae bukan tanpa alasan menjadi penggemar Dira Sugandi, karena Dira Sugandi adalah diva Indonesia dalam urusan musik jazz.
Dira Sugandi sudah berkenalan dengan musik sejak masih kecil. Bahkan saat remaja dirinya sudah keliling Indonesia untuk ikut di beberapa gelaran musik sebagai vokalis. Walaupun sempat ditentang sang ayah, Dira terus melanjutkan karir bermusiknya di tahun 2001 setelah berkolaborasi dengan Xavier Barnett.
Album pertama dari Dira Sugandi ini muncul tahun 2010, berjudul Something About Girl, yang berkolaborasi dengan musisi jazz besar seperti Tohpati, Barry Likumahuwa, dan Indro Harjodikoro. Album tersebut menjadi salah satu album jazz favorit di Inggris dan Jepang, lho. Buat lo yang
penasaran dengan lagu Dira Sugandi, lo bisa mendengar lagu berjudul Jangan Sampai Berpisah atau Benci Tapi Rindu.
Syaharani
Syaharani sangat beruntung, ketika dirinya sedang bernyanyi di café, Syaharani bertemu dengan Bubi Chen. Seakan dikaruniai bakat pendengar yang sangat hebat, Bubi Chen lantas mengajak Syaharani untuk bergabung dengan Benny Likumahuwa, Sutrisno, Cendi Luntungan, dan Oele Pattiselanno, lalu berkolaborasi membuat sebuah album jazz di tahun 1998.
Setahun berselang, Syaharani membuat album solo perdana bertajuk Love (1999). Nggak puas dengan satu album, Syaharani bertransformasi menjadi penyanyi jazz dengan karakter suara yang sangat kuat di album kedua berjudul Magma (2002) dan album ketiga Syaharani (2004). Album ketiga ini menjadi puncak popularitas dari Syaharani, berisi cover lagu penyanyi jazz besar, Syaharani sempat membuat konser Cross Genre Music. Di konser gratis tersebut, digabungkan beberapa aliran musik seperti jazz, pop, dan juga progresif.
Sampai sekarang, Syaharani menjadi salah satu penyanyi Indonesia yang masih eksis di setiap festival jazz di seluruh Indonesia. Bahkan Syaharani juga nggak jarang pergi ke luar negeri untuk memenuhi undangan menyanyi. Lagu-lagu dari Syaharani nggak bakal membuat lo menyesal, Urbaners.
Sandhy Sondoro
Tinggal di Jerman bukan berarti kehidupan Sandhy Sondoro ini nyaman dan berkecukupan, Urbaners. Ketika kuliah di FH Biberach an der rib, Sandhy yang mengambil jurusan arsitektur sempat mencari tambahan uang saku dengan mencuci piring di kafe. Dari situ daya kreativitas dan imajinasi Sandhy diuji, dirinya memberanikan diri untuk menjadi penyanyi bar dan kafe. Mental Sandhy pun terbentuk saat menjadi penyanyi bar dan kafe, dirinya perlahan-lahan berani mengasah vokal dan bahkan lagu barunya.
Puncaknya di tahun 2007, Sandhy Sondoro mengikuti ajang pencarian bakat di Jerman. Walaupun nggak menang, suaranya yang serak-serak basah ini mengambil banyak hati pecinta musik jazz di Eropa. Album pertama Sandhy muncul pada tahun 2008 dengan judul Why Don’t We. Dua tahun berselang, Sandhy mengeluarkan album berjudul Sandhy Sondoro (2010) dengan hits single Malam Biru.
Setelah itu, secara instan Sandhy Sondoro masuk menjadi deretan penyanyi jazz papan atas Indonesia. Di tahun 2011, Sandhy Sondoro mendapatkan 3 piala di ajang AMI Awards. Ini merupakan awards kedua Sandhy setelah di tahun 2009 dirinya mendapatkan New Wave Song di Latvia. Lagu-lagunya seperti Tak Pernah Padam, Malam Biru, dan Sakura dapat menemani hari-hari lo ketika ingin menghabiskan waktu sore sebelum jam pulang kerja.
Kelima penyanyi jazz di atas mempunyai zamannya masing-masing. Jack Lesmana yang berkontribusi menghidupkan musik jazz Indonesia, kemudian ada Tompi dan Sandhy Sondoro yang bisa dibilang penyanyi jazz era milenial. Begitu juga Dira Sugandi yang menjadi salah satu penyanyi jazz wanita paling konsisten di Indonesia. Bagaimana, Urbaners, apakah menurut lo ada penyanyi jazz favorit lain yang cocok dimasukkan ke dalam list di atas?
Source: kumparan.com
Comments